06/04/16
(gambar diambil dari sini)
Masih
inget tentang konsep diri? Mudah-mudahan enggak lupa ya hehe... Setelah selesai
mengenal diri sendiri dan membangun konsep diri positif, pelatihan hari kedua
berlanjut ke pembahasan mengenai komunikasi. Di hari kedua ini, saya
mempelajari tentang komunikasi dialogis yaitu memahami perasaan anak, mengenal
bahasa tubuh anak, mendengar aktif, pesan saya, mengenali masalah siapa dan
mengadakan family meeting.
Kenapa
sih komunikasi ini bahasan yang sangat penting? Karena ortu perlu menyadari
bahwa:
1.
Kekeliruan bicara kepada anak, meskipun acap
dilakukan tanpa sengaja, akan berdampak buruk bagi perkembangan kepribadian
anak.
2.
Berkomunikasi dengan anak bukan bertujuan hanya
membuat anak patuh tetapi harus membuat hubungan antar anak-orangtua menjadi
baik dan berkelanjutan, saling percaya dan bekerjasama.
3.
Berkomunikasi bukan sekedar tersampainya pesan
tetapi harus membuat anak memiliki kemampuan berfikir, memilih, memutuskan
serta memiliki internal control
4.
Komunikasi dalam keluarga membutuhkan waktu dan
sarana
Selanjutnya
masuk ke pembahasan inti, Mengapa perlu KBBM (Komunikasi Baik, Benar dan
Menyenangkan)?
1. Pengasuhan membentuk Wiring
Pengasuhan yang
dilakukan orang tua kepada anak membentuk wiring
yang diibaratkan sebuah jaringan, seperti kabel listrik dari lampu bohlam ke
saklar atau proses laba-laba dalam membuat jaring-jaring rumahnya. Proses ini
membuat sambungan secara terus menerus dan berulang-ulang yang lama kelamaan
akan menebal dan membentuk pola tersendiri. Jaringan ini terbentuk antara sel
syaraf otak yang satu ke sel saraf yang lain sampai akan terbentuk jaringan
yang kuat dan tertanam dalam memori otak anak. Segala hal pengasuhan yang dulu
pernah diterima oleh sang orang tua akan membentuk wiring tersebut dan akan dikenang karena menjadi kebiasaan dan
kelak akan membentuk pengasuhan yang sama pula ke sang anak. Jadi, wiring ini otomatis akan turun-temurun
karena sambungan tersebut sudah melekat erat di otak dan secara otomatis akan
dilakukan karena itulah yang terbentuk sedari kecil.
Sebagai contoh
mengajarkan sholat kepada anak-anak dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan supaya terbentuk wiring
kalau anak senang mengerjakan sholat. Jangan sampai ketika menyuruh sholat yang
ditekankan adalah ancaman karena image
yang akan terbayang bahwa sholat itu tidak menyenangkan.
2. Kita perlu persepsi sama
Anak dan ortu perlu
memiliki persepsi yang sama yaitu dengan cara bertanya dan berkomunikasi karena
Allah menciptakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda. Orangtua dan
anak memiliki perbedaan usia dan pengalaman sehingga ortu perlu untuk melihat
dari sudut pandang anak dan anak perlu juga untuk memahami sudut pandang ortu.
Misalnya kebutuhan utama anak-anak yang masih balita adalah main, sehingga
persepsi dalam diri mereka hanya mau main saja, kalau bisa tanpa makan, mandi
dan tidur. Sedangkan menurut persepsi ortu, mereka tentu perlu makan, mandi dan
tidur. Tentu saja menyuruh mereka mandi ketika sedang asyik main, akan sulit
rasanya karena adanya perbedaan persepsi. Jadi, caranya adalah dengan bertanya
dan berkomunikasi. Contoh “Kaka seneng main lego ya? Tapi badan kaka keringetan
dan kotor, mandinya mau 5 atau 10 menit lagi?”
Dengan bertanya kepada anak, kita mencoba untuk menyamakan persepsi
sehingga hasil yang diharapkan adalah ada jalan tengah yang diambil.
3. Dialog
untuk bekerjasama
Keuntungan
bekerjasama bagi orang tua dan anak yaitu sama-sama merasa nyaman, tidak
menyebabkan konflik, merasa dihargai dan tujuan tercapai.
4. KBBM mengembangkan PFC (Pre Frontal Cortex)
Di dalam otak
manusia, informasi yang diterima akan diteruskan dari batang otak (brain stem) menuju ke sistem limbik (limbic system) lalu ke neuro cortex. Fungsi masing-masing
lapisan otak ini yaitu:
a.
Batang otak: bereaksi secara reflek
b.
Sistem limbik: otak yang menyimpan perasaan
c.
Neuro cortex: otak yang menyimpan
pengetahuan
Komunikasi yang
keliru membuat anak tidak nyaman, sehingga sistem limbik tertutup. Bila sistem
limbik tertutup, maka neuro korteks
tidak bekerja sehingga pre frontal cortex
tidak berkembang sempurna. Bila informasi tidak masuk ke korteks dan tidak
membentuk pre frontal cortex maka
tidak akan terbentuk pemikiran dan perilaku yang kita inginkan. Jadi, ketika
anak sedang bermasalah dan cara komunikasi kita keliru, informasi yang kita
berikan ke anak tidak bisa diserap oleh anak tersebut karena sistem limbik
tersebut tertutup yang mengakibatkan anak tidak bisa berfikir. Jadi, dalam
menyelesaikan masalah perlu untuk tenang, sabar, kerjasama melihat akar masalah
dan solve the problem, lalu
komunikasikan. Itulah kenapa ketika anak perasaannya sedang bermasalah
sebaiknya tidak dinasihati panjang lebar karena sistem limbik atau pusat
perasaan di otaknya tertutup dan mengakibatkan sang anak tidak bisa menerima informasi
apapun yang diberikan.
Komunikasi Efektif dan Menyenangkan
Langkah-langkah
komunikasi efektif dan menyenangkan dengan anak:
1.
Menghindari penghalang komunikasi
Penghalang komunikasi adalah
perkataan atau sikap orangtua yang tidak menerima anak sehingga anak merasa
tidak berharga akibatnya anak tidak ingin melanjutkan komunikasi.
“Saat anak bermasalah dengan
perasaannya ternyata kita sebagai orang tua memberikan reaksi yang kurang tepat
bahkan berpengaruh negatif terhadap anak karena pesan yang ditangkap anak
berbeda dengan maksud dan tujuan kita. Tanpa disadari reaksi orangtua malah
menghambat perkembangan emosi anak sehingga emosi anak tidak disalurkan,
membuat mereka jadi tidak mengenal perasaannya sendiri, tidak kenal diri
sendiri, dan inilah yang dapat menimbulkan kurangnya rasa percaya diri.”
(Yayasan Kita dan Buah Hati, 2014:9)
Salah satu
penghalang komunikasi adalah 12 gaya populer. Gaya ini perlu untuk dihindari
serta dikurangi penggunaannya dalam bicara atau komunikasi sehari-hari. Akibat
dari 12 gaya populer ini adalah kepercayaan diri, harga diri dan konsep diri
hilang. Berikut adalah contoh 12 gaya populer:
a.
Memerintah: “Ayo cepetan mandi!”. Akibatnya anak
menjadi kurang inisiatif
b.
Menyalahkan: “Kamu sih enggak nurut apa kata
bunda!”. Akibatnya anak tidak percaya diri
c.
Meremehkan: “Gitu aja enggak bisa. Sini bunda
aja!”.. Akibatnya anak tidak merasa mampu dan keterampilannya tidak terasah
d.
Membandingkan: “Kamu kok enggga kayak kakakmu
yang penurut!”. Akibatnya anak menjadi dendam
e.
Mencap/melabel: “Kamu tuh cengeng deh, gitu aja
nangis!”. Akibatnya anak merasa seperti itulah dirinya
f.
Mengancam: “Awas ya, nanti bunda bilangin ke
papa!”. Akibatnya anak merasa takut
g.
Menasihati: “Makanya kalau dibilangin nurut”.
Akibatnya anak merasa digurui
h.
Membohongi: “Nanti mama beliin ya besok!”.
Akibatnya anak tidak percaya lagi kepada ortunya
i.
Menghibur: “Cup, cup, enggak usah nangis!”.
Akibatnya anak merasa diabaikan perasaanya dan tidak bisa menyelesaikan
masalahnya di kemudian hari.
j.
Mengeritik: “Bajunya enggak pantes deh, ganti
aja!”
k.
Menyindir: “Ada apaan nih kok tiba-tiba cuci
piring?”
l.
Menganalisa: ”Kayaknya kamu engga teliti sama
barang-barangmu sendiri, hilang terus.”
2.
Belajar membaca bahasa tubuh
Bahasa tubuh
mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam segala bentuk komunikasi, dan terkirim
tanpa kita sadari. Dengan membaca bahasa tubuh, orangtua dapat mengetahui
perasaan anak. Dalam berkomunikasi bahasa tubuh memainkan peranan sebesar 55%
yaitu gerak tubuh, muka dan tangan, suara sebesar 38% yaitu intonasi dan
kecepatan bicara dan yang terakhir isi pesan sebesar 7% yaitu kata-kata.
Pentingnya bahasa tubuh:
a.
“Action speak louder than words!”
b.
55% komunikasi tatap muka ditentukan oleh pesan
dari bahasa tubuh.
c.
Bahasa tubuh menyampaikan yang tak terkatakan
anak
d.
Bahasa tubuh tidak bisa bohong
e.
Bahasa tubuh mengirimkan aura dalam
berkomunikasi
f.
Kita tidak bisa tidak berkomunikasi
g.
Sengaja atau tidak, bahasa tubuh berpengaruh
luar biasa dalam segi bentuk komunikasi
h.
Umumnya bahasa tubuh terkirim tanpa sadar
i.
Hanya sebagian kecil yang bisa dikontrol
Yang dipelajari anak:
a.
Tauladan lebih dari seribu kata
b.
Anak mempunyai model yang baik untuk ditiru
c.
Bahasa tubuh yang baik dan tepat, cara
bicara/mengutarakan pendapat yang benar
d.
Anak belajar mengontrol dan menggunakan bahasa tubuh
yang tepat ketika berkomunikasi
Aspek bahasa tubuh:
a.
Kinesic/ gerak tubuh terdiri dari:
o
Lambang: Gelengan kepala, lambaian tangan,
mengangkat bahu
o
Ilustrasi: Menggambarkan apa yang ingin
disampaikan
o
Menunjukkan emosi: Takut, sakit, bahagia
o
Pengatur: Isyarat bosan, teruskan, menarik,
percepat
o
Adaptor: Kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan isyarat yang ditunjukkan pembicara
b.
Cara Bicara:
o
Karakteristik suara:
§
Tinggi rendah nada bicara
§
Kencang pelannya volume suara
§
Kecepatan bicara
§
Bunyi
o
Kata sela: “Uh, Yaa, Oohh, Hmmm”
o
Memeriksa Pemahaman: “Begitu, kan? Ngerti,
enggak? Iya, kan?”
3.
Dengarlah perasaan
Kebutuhan perasaaan
manusia yaitu didengar, diterima, dikenali, dimengerti, dihargai. Fungsi
perasaan:
a.
Perasaan memberi kekuatan atau tenaga
b.
Perasaan mendorong berprestasi
c.
Perasaan negatif dapat menghambat pertumbuhan
pribadi
d.
Perasaan positif dapat meningkatkan kapasitas
daya serap otak
“Perasaan memiliki sifat yang sama dengan air, jika
terhambat atau tidak mendapatkan jalan keluar, ia akan mencari jalan keluar
sendiri bahkan arusnya bisa menjadi sangat deras seperti air bah yang mampu
membobol bendungan” (Yayasan Kita dan Buah Hati, 2014:17). Kunci utama untuk
mengerti dan memahami anak adalah terlebih dahulu menerima perasaannya terutama
ketika anak sedang bermasalah. Langkah mendengar perasaan:
a.
Mendengar dengan mata dan hati
b.
Menerima perasaannya dengan menunjukkan bahwa
kita respek padanya dan itu membuat mereka merasa berharga sehingga mereka
belajar bukan hanya perasaan mereka yang penting tapi juga perasaan orang lain.
Kita perlu meninggalkan kebiasaan menidakkan perasaan atau mengabaikan perasaan
orang lain. Menidakkan perasaan membuat lawan bicara:
-
Bingung dan Kesal
-
Tidak mengenali perasaannya sendiri
-
Tidak percaya terhadap perasaannya sendiri
c.
Kenali perasaannya dan namakan
Contoh ketika anak jatuh dan
menangis, lihat bahasa tubuhnya, kenali perasaannya dan tebak, “sakit ya?” atau
ketika anak pulang sekolah dan terlihat murung, tebak perasaannya, “kesal ya?”
Kalaupun salah, si anak akan mengoreksinya sendiri karena mengekspresikan
perasaan baik positif maupun negatif sangat berdampak pada harga dirinya
sebagai manusia. Anak yang sedang bermasalah biasanya kehilangan arah, kalau
kita mau mendengar dan menerima perasaannya ia akan merasa:
-
Nyaman
-
Anak merasa perasaannya penting dan dirinya
berharga
-
Perasaan negatif hilang
-
Ingin meneruskan pembicaraan
-
Orangtua mengerti yang sebenarnya
-
Hubungan menjadi baik
-
Tumbuh respek
Anak atau anggota keluarga semestinya bisa mengekspresikan dirinya secara
bebas dan terbuka, baik untuk perasaan positif maupun negatif sehingga mereka
tumbuh sebagai pribadi yang saling respek, mandiri, bertanggung jawab serta
percaya diri.
#ODOPfor99Days
#Day20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar